Menyambut Hari Perempuan Internasional [IWD 8 Maret 2021] Sajak dan Prosa!!
Sajak-sajak dan Prosa menyambut Hari Perempuan:
Kaum Perempuan (1)
I.
Tak akan ada revolusi tanpa pembebasan kaum perempuan
Tak akan ada pembebasan kaum perempuan tanpa revolusi
(Slogan kaum perempuan revolusioner Nikaragua)
II.
Saat seseorang (perempuan) menjalani hidup dalam kolektif sebagai seorang individu...kebenarannya adalah, seorang perempuan sanggup mengungkapkan perasaaan atau gagasan-gagasannya yang ia peroleh dari sejumlah pengalamannya dalam praktek dan perjuangan kehidupan kolektif... Segalanya telah dilipatgandakan dalam tahun-tahun tersebut, perasaan terdalamnya, kesakitan oleh penindasan, penyingkiran, perpisahan dengan anak-anaknya, semuanya tumpah dalam sajak-sajaknya.
(Belli, perempuan revolusioner dari Nikaragua)
III.
Suatu hari lahan ini akan selamanya hijau
bumi menghitam, manis dan basah.
Anak-anak kami akan tumbuh tinggi bak meninggalkan bumi
dan juga anak-anak dari anak-anak kita, pun
Dan mereka akan terbebas layaknya pohon-pohon gunung
dan burung-burung.
Setiap pagi mereka akan bangun bahagia menyongsong hidup
karena mereka paham bahwa bumi telah menjadi hak mereka
Suatu hari, nanti
Sekarang, kami membajak lahan kerontang
yang sulurnya dibasahi darah
(puisi gerilyawati bagi anak-anaknya)
Kaum Perempuan (2)
I.
Kaum perempuan yang terlibat dalam perjuangan kami semakin banyak dan seksama. […] Pekerjaan terakhirku, sebelum kemenangan 19 Juli, di Radio Sandino. […] Salah satu program yang kami bangun adalah “Kamum Perempuan Sandinista”. Tujuannya adalah membangkitkan kesadaran tentang keterlibatan kaum perempuan dalam perjuangan kami. Kami berbicara tentang keterlibatan kaum perempuan dalam semua aspek revolusi dan tentang bagaimana kaum perempuan menyerahkan hidupnya demi pembebasan.
(Randall, Anak-anak Perempuan Sandino)
II.
Revolusi adalah suatu tindakan sehari-hari yang ajaib
lihat saja
seorang perempuan memanggul senjata, bergerilya
meronda di tengah malamnya gunung
menuntut dengan mencorat-coret dinding,
tak tedeng aling-aling bagai pisau yang telah terhunus
harapannya padat.
(Zimmerman 277)
III.
Mereka menyerang kami di malam hari,
mereka mengurung kami,
kami tak mampu mempertahankan diri, kecuali tangan-tangan kami
yang kami tautkan pada jutaan tangan lain, yang juga bertaut.
Mereka membuat kami meludah darah,
mereka mencambuki kami,
mereka rusak badan kami dengan sengatan lsitrik
lalu dikucurinya dengan jeruk nipis
mereka perkosa kami.
Mereka lumuri atap-atap rumah mereka, bahkan muka-muka mereka
dengan darah kami
namun tangan-tangan kami
tetap bertaut pada jutaan tangan lain, yang juga bertaut.
(Aldaraca 209)
Kaum Perempuan (3)
I.
Iman Pribadi
Aku percaya pada rakyat
yang telah dihisap
selama lima ratus tahun
aku percaya pada anak-anak mereka
yang mengusung kesedihan dan perjuangan
yang sengsara di bawah kekuasaan Pontius Pilatus
dan mereka mengorbankan diri sebagai martir
yang menjerumuskan dirinya
untuk berkorban
yang terjun ke neraka
Media Luna,
beberapanya bisa dibangkitkan kembali
dari kematian
dan kembali lagi
bergerilya
naik lagi ke gunung
dan akan kembali lagi
menghakimi para pembunuhnya.
Aku tak tahu apakah aku percaya
bisa memaafkan
regu Para Pembunuh
tapi aku percaya
pada kebangkitan kembali orang-orang tertindas
baik di dalam gereja rakyat
maupun dalam kekuasaan rakyat
selama-lamanya, dan selalu
Amin.
(Luisa Dalam Tanah yang Nyata)
II.
Tentara mulai membunuhi anak-anak
memukuli sampai memar-memar daging anak-anak yang lembut
mengacungkan bayi
ke udara
dengan bayonet.
(Luisa Dalam Tanah yang Nyata)
III.
Bagi setiap anak yang mati
sepuluh gerilya terbilang, dilahirkan
bagi setiap raga yang tercacah-cacah ini
sang virus kemarahan akan membuncah
pada debu
pada cahaya
menggandakan dirinya
mengekang tangis para ibu
agar bisa menetes
di mayat para regu pembunuh
dan merubunginya dengan belatung, tak menguburkannya.
(Luisa Dalam Tanah yang Nyata)
Kaum Perempuan (4)
I.
Karena aku menginginkan perdamaian
bukan perang
karena aku tak mau melihat
anak-anak kelaparan
perempuan-perempuan menjadi gembel
lelaki yang lidahnya
kelu
aku harus tetap berjuang
Karena dari helikopter Huey
para pilot handal
memporak-porandakan desa-desa
dengan bom napalm
meracuni sungai-sungai
membakar hasil panen
yang mengisi perut rakyat
Aku bergairah untuk tetap berjuang.
Apalagi kami berhasil mempersembahkan wilayah-wilayah terbebaskan
agar rakyat
belajar membaca
yang sakit disembuhkan
dan panen buah-buahan di tanah kami
menjadi milik semuanya
aku harus tetap berjuang.
Karena aku menghendaki perdamaian
bukan perang.
(Luisa di Tanah yang Nyata)
II.
Jenazah itu di sana, saudara dan saudariku
tak satu mata pun melinangkan air mata.
Kami tak lagi merasakan kesakitan atau kami seolah tak merasakannya,
kami tak peduli lagi pakaian compang-camping kami
juga tak kami pedulikan lagi keheningan-beku karena rahang-rahang kami tak lagi kami gunakan lagi untuk bicara
kami lebih baik tak melihatnya, menolak mengakui jenazah-jenazah itu warga kami,
kami jadi tak tahu nama-nama mereka, tak juga mencoba menyelidikinya,
kami lebih mengampangkan saja, melanjutkan perjalanan tanpa menoleh,
Kami diteror oleh banyaknya kematian
Darah darah kami tak lagi menyedihkan kami,
jenazah itu tetap tergeletak, sendiri, dibuang di tengah jalan,
matanya yang terbuka mengabarkan dakwaan.
(Murgu)
III.
Aku penyair, di antara penyair-penyair tentara
Dan, hari ini, aku bergairah menulis sajak
sajak yang besiul
sajak senapan.
Menggedor-gedor pintu-pintu,
sel penjara
dinding-dinding sekolah.
Hari ini aku hendak membangun dan merusak,
Membangkitkan harapan di dinding hukuman mati.
Membangunkan anak
dengan pedang-pedang malaikat utama
dengan kilat, Guntur,
dengan ketinggian nilai para pahlawan
guna mencerabut, menghancurkan sama sekali
akar busuk rakyat kami
(Murgu)
Keterangan:
Diterjemahkan; Danial Indrakusuma
Dipostingn; Lewat Facebook
Komentar
Posting Komentar